Diskusi mengenai kedaulatan pangan di Indonesia Timur sering kali terjebak dalam dikotomi yang tajam antara modernitas dan tradisi. Di satu sisi, pemerintah gencar mendorong ekpansi komoditas serealia seperti Padi Gogo untuk mengejar swasembada beras nasional. Di sisi lain, masyarakat adat dan para pemerhati lingkungan bersikeras bahwa Sagu adalah jantung dari ketahanan pangan sejati di tanah Cenderawasih. Pertentangan ini bukan sekadar masalah pemilihan jenis tanaman, melainkan sebuah “perang ideologi pangan” yang menentukan masa depan ekosistem dan budaya. Di tengah pusaran konflik kepentingan ini, Politeknik Pertanian Yasanto hadir sebagai institusi pendidikan yang berupaya menyeimbangkan kemajuan teknologi pertanian dengan misi luhur menjaga Identitas Genetik Papua.

Padi Gogo: Upaya Nasional Menuju Penyeragaman Konsumsi
Padi Gogo merupakan varietas padi yang ditanam di lahan kering tanpa memerlukan irigasi yang intensif seperti padi sawah pada umumnya. Kehadirannya di Papua dipromosikan sebagai solusi praktis untuk mengurangi ketergantungan wilayah tersebut terhadap pasokan beras dari luar pulau. Secara teknis, pengembangan varietas ini memang memungkinkan pemanfaatan lahan-lahan marjinal yang luas di daratan Papua.
Namun, pengenalan Padi Gogo secara masif membawa konsekuensi ideologis. Beras sering kali diposisikan sebagai komoditas “modern” dan “berkelas,” yang secara perlahan menggeser pola makan lokal. Mahasiswa di Politeknik Pertanian Yasanto diajak untuk melihat fenomena ini secara kritis: apakah adopsi tanaman baru ini akan memperkuat ketahanan pangan atau justru menciptakan ketergantungan baru pada benih hibrida dan pupuk kimia yang harus didatangkan dari luar?
Sagu: Simbol Peradaban dan Identitas Genetik Papua
Berbeda dengan padi yang membutuhkan intervensi manusia secara intensif, Sagu adalah anugerah alam yang tumbuh subur di rawa-rawa Papua tanpa perlu pemupukan kimiawi. Bagi masyarakat asli, pohon ini adalah “pohon kehidupan.” Sagu bukan hanya sumber karbohidrat, melainkan simbol yang menyatukan manusia dengan hutannya. Keberagaman jenisnya yang mencapai puluhan varietas di tanah Papua merupakan aset luar biasa yang membentuk Identitas Genetik Papua.
Di Politeknik Pertanian Yasanto, pentingnya pelestarian plasma nutfah lokal menjadi materi inti. Tanaman ini memiliki ketahanan yang luar biasa terhadap perubahan iklim dan serangan hama, yang secara genetik jauh lebih unggul dibandingkan tanaman pangan introduksi. Jika hutan-hutan ini dikonversi menjadi lahan pertanian monokultur, maka kita tidak hanya kehilangan sumber pangan, tetapi juga kehilangan jejak sejarah biologis yang telah ada selama ribuan tahun.
Peran Politeknik Pertanian Yasanto sebagai Benteng Pertahanan Lokal
Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berakar kuat di wilayah timur, Politeknik Pertanian Yasanto menyadari bahwa pendidikan pertanian tidak boleh mencabut mahasiswa dari akar budayanya. Peran institusi ini sangat krusial dalam melakukan riset terapan yang berfokus pada pemuliaan tanaman lokal. Bukan hanya mengajarkan cara menanam Padi Gogo yang efisien, kampus ini juga melakukan dokumentasi ilmiah terhadap berbagai aksesi Sagu yang mulai langka.
Para dosen dan peneliti di Politeknik Pertanian Yasanto berupaya memberikan pemahaman bahwa kemajuan teknologi tidak selalu berarti harus mengganti apa yang sudah ada. Sebaliknya, teknologi harus digunakan untuk meningkatkan nilai tambah Sagu, misalnya melalui mekanisasi proses pemanenan dan pengolahan tepung yang lebih higienis, sehingga produk lokal ini mampu bersaing dengan beras di pasar modern.
Ideologi Pangan: Antara Efisiensi Ekonomi dan Keberlanjutan Ekologi
Perang ideologi antara Padi Gogo dan Sagu mencerminkan perbedaan sudut pandang dalam melihat lahan. Sudut pandang ekonomi melihat lahan sebagai aset yang harus dipacu produktivitasnya secara instan, yang sering kali berujung pada pemilihan tanaman yang mudah dikomersialkan. Sementara itu, sudut pandang ekologi yang dipertahankan oleh masyarakat adat dan Politeknik Pertanian Yasanto menekankan pada keselarasan dengan alam.
Papua memiliki karakteristik tanah yang unik, di mana banyak area yang secara alami memang tidak cocok untuk padi namun sangat ideal untuk tanaman palem-paleman. Memaksakan Padi Gogo pada lahan yang seharusnya menjadi habitat asli tanaman lokal hanya akan merusak keseimbangan nutrisi tanah. Oleh karena itu, kurikulum di Politeknik Pertanian Yasanto menekankan pada konsep pertanian berkelanjutan yang berbasis pada zonasi ekologis.

Strategi Menjaga Identitas Genetik Papua dari Kepunahan
Menjaga Identitas Genetik Papua memerlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan banyak pihak. Politeknik Pertanian Yasanto mengusulkan beberapa strategi utama dalam hal ini:
- Bank Benih Lokal: Membangun fasilitas penyimpanan material genetik untuk berbagai varietas umbi-umbian dan pohon pangan asli Papua.
- Riset Pemuliaan Terpartisipatif: Melibatkan masyarakat lokal dalam menentukan kriteria seleksi tanaman unggul yang sesuai dengan selera dan kondisi lingkungan setempat.
- Advokasi Kebijakan: Memberikan masukan kepada pemerintah daerah agar program penanaman Padi Gogo tidak dilakukan dengan mengorbankan hutan sagu primer.
- Edukasi Gizi: Mensosialisasikan kembali nilai gizi tinggi dari pangan lokal kepada generasi muda agar mereka bangga mengonsumsi hasil bumi mereka sendiri.
Tantangan Modernisasi Pertanian di Timur Indonesia
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh lulusan Politeknik Pertanian Yasanto adalah mengubah stigma bahwa bertani pangan lokal adalah pekerjaan yang kuno. Modernisasi sering kali dianggap identik dengan traktor dan hamparan sawah seperti di Pulau Jawa. Padahal, pengelolaan hutan Sagu yang berkelanjutan juga memerlukan sentuhan teknologi tinggi, mulai dari pemetaan menggunakan satelit hingga rekayasa bioproses untuk industri hilir.
Selain itu, arus globalisasi membawa pola konsumsi instan yang sangat kuat. Jika tidak diimbangi dengan upaya memperkuat Identitas Genetik Papua, maka keanekaragaman hayati yang menjadi kebanggaan Indonesia bisa hilang dalam satu hingga dua generasi. Inilah mengapa kehadiran pendidikan vokasi yang spesifik dan kontekstual seperti di Yasanto menjadi sangat vital.
Masa Depan Pangan Papua: Harmoni dalam Perbedaan
Masa depan ketahanan pangan di Papua seharusnya tidak bersifat eliminatif. Artinya, kita tidak perlu membuang Padi Gogo sepenuhnya, namun juga tidak boleh menomorduakan Sagu. Keduanya bisa berbagi ruang dalam sebuah sistem diversifikasi pangan yang cerdas. Beras bisa menjadi komoditas penyangga di wilayah perkotaan, sementara pangan lokal tetap menjadi pilar utama di wilayah pedalaman dan pesisir.
Kuncinya adalah pengakuan terhadap kedaulatan petani dan masyarakat adat atas benih dan tanah mereka. Politeknik Pertanian Yasanto berkomitmen untuk terus menjadi jembatan antara pengetahuan ilmiah modern dengan pengetahuan tradisional yang kaya. Dengan menjaga Identitas Genetik Papua, kita sebenarnya sedang menjaga ketahanan pangan nasional dari kerentanan krisis global di masa depan.
Kesimpulan: Menghargai Akar di Tengah Arus Perubahan
Pertempuran ideologi pangan antara Padi Gogo dan Sagu adalah pengingat bagi kita semua bahwa pembangunan tidak boleh dilakukan dengan cara menyeragamkan segala sesuatu. Papua dengan segala keunikan alamnya memerlukan pendekatan pertanian yang spesifik dan menghargai biodiversitas lokal.
Politeknik Pertanian Yasanto telah mengambil peran yang berani sebagai penjaga gawang dalam pelestarian kekayaan hayati ini. Melalui pendidikan yang inklusif dan riset yang berpihak pada lokalitas, upaya menjaga Identitas Genetik Papua bukan lagi sekadar slogan, melainkan kerja nyata yang akan berdampak pada ketersediaan pangan bagi anak cucu kita. Di tangan para pendidik dan mahasiswa inilah, masa depan hijau Papua yang mandiri secara pangan akan tetap terjaga, bebas dari bayang-bayang krisis dan ketergantungan.
Hanya dengan menghargai apa yang telah diberikan oleh tanah tersebut, Indonesia dapat benar-benar menjadi negara yang berdaulat dalam urusan perut, tanpa harus kehilangan jati diri budaya yang paling berharga.
Baca Juga: Mahasiswa Poltan Ciptakan Inovasi Olahan Pangan Lokal yang Siap Tembus Pasar Ekspor 2026
